Back

Kurs Rupiah Melemah Jelang Libur Panjang, USD/IDR Rebound, Waspadai Keyakinan Konsumen AS

  • Rupiah Indonesia melemah ke kisaran 16.280/USD menjelang libur panjang mulai hari Kamis, bisa dipengaruhi aksi ambil untung.
  • Dolar AS (DXY) rebound terdorong melunaknya sikap Trump terhadap UE, tapi ketegangan tarif dan risiko fiskal AS masih membayangi USD.
  • Pasar fokus pada data ekonomi AS pekan ini, termasuk Keyakinan Konsumen, risalah rapat FOMC, dan inflasi PCE.

Menjelang sesi Eropa, kurs Rupiah Indonesia (IDR) mengoreksi penguatan Jumat lalu, yang kini harganya tengah melayang di 16.280 per Dolar AS (USD) – di atas level psikologis 16.250, pada hari Selasa ini. Pasangan mata uang USD/IDR ditutup menguat pada perdagangan kemarin di 16.257 setelah sempat menyentuh terendah bulan ini di 16.148. Para pedagang lokal kemungkinan akan melakukan aksi ambil untung, mengingat besok adalah hari terakhir pasar keuangan Indonesia dibuka sebelum ditutup pada hari Kamis dan Jumat sehubungan dengan libur Hari Kenaikan Yesus Kristus dan cuti bersama.

Sementara itu, Indeks Dolar AS (DXY) – pengukur kekuatan Greenback – tampak rebound dari level terendah bulan ini di 98,69 dan menguji level 99, terdorong oleh sentimen yang sedikit membaik setelah sikap Trump melunak terhadap Uni Eropa dengan menyetujui untuk menunda tarif 50%.

Ekonomi Dunia Masih Hadapi Dinamika Tinggi, Divergensi Kebijakan Bank-Bank Sentral Pengaruhi Kurs

Menurut Menteri Keuangan Indonesia, Sri Mulyani, kondisi perekonomian dunia masih mengalami dinamika yang sangat tinggi meski ada perkembangan de-eskalasi, termasuk penundaan tarif selama 90 hari antara AS dan Tiongkok, namun hal tersebut masih belum selesai, dan dunia masih akan menyaksikan dampaknya.

Di sisi kebijakan moneter yang memengaruhi imbal hasil dan nilai tukar adalah perbedaan kebijakan di antara The Fed, ECB, BoE, PBoC dan Bank Indonesia. Di mana The Fed masih mempertahankan suku bunganya di 4,25-4,50 pada pertemuan bulan Mei saat masih adanya kekhawatiran akan meningkatnya inflasi. Sementara ECB, BoE, PBoC dan Bank Indonesia telah memangkas suku bunganya guna menahan perlambatan ekonomi, masing-masing menjadi 2,40%, 4,25%, 3% dan 5,50%. Sri Mulyani juga menyebutkan bahwa imbal hasil obligasi AS (UST Yield) yang terus naik dan penurunan saham AS, mencerminkan bahwa risiko fiskal negara ini meningkat.

ASEAN Perluas Kemitraan Strategis guna Meredam Dampak Tarif Trump

Setelah menyegel 12 nota kesepahaman (MoU) dengan Tiongkok pada hari Minggu, Presiden Republik Indonesia (RI), Prabowo Subianto, bertolak ke Malaysia untuk menghadiri KTT ASEAN ke-46. Blok regional yang beranggotakan 10 negara ini berupaya mempererat hubungan dan mencari kemitraan baru dengan kekuatan besar lainnya guna meminimalkan dampak tarif dan kebijakan proteksionis Presiden AS Donald Trump. Meski tetap menghargai hubungan dengan AS, namun akan ada ruang bagi Tiongkok, Rusia dan GCC (enam negara Arab) untuk melebarkan sayapnya. "ASEAN ingin memperluas keterlibatannya dengan banyak mitra, dan tidak hanya bergantung pada satu kekuatan saja." ujar Perdana Menteri Malaysia, Anwar Ibrahim kepada CNN.

Langkah ASEAN untuk memperluas kemitraan strategis menjadi nilai tambah bagi Indonesia apalagi di tengah gejolak politik yang sedang berlangsung. Manuver ini memantik optimisme di antara pelaku pasar, memperkuat kepercayaan terhadap Rupiah, dan membuka ruang lebih besar bagi aliran dana asing masuk ke pasar domestik.

Ketidakpastian Kebijakan Tarif dan Risiko Fiskal AS Terus Menekan Dolar AS

Ketidakpastian seputar kebijakan tarif dan meningkatnya risiko fiskal AS berpotensi melemahkan sentimen dan kepercayaan pasar terhadap USD. Presiden AS Donald Trump pada hari Jumat lalu mengancam akan mengenakan tarif sebesar 50% terhadap seluruh barang yang dikirim dari Uni Eropa ke Amerika Serikat (AS) mulai 1 Juni, tapi kemudian ia menyetujui untuk memperpanjang hingga 9 Juli setelah melakukan percakapan melalui telepon dengan Presiden Komisi Eropa, Ursula von der Leyen. "Eropa siap untuk mengembangkan perundingan dengan cepat dan tegas,” katanya melalui platform X. “Untuk mencapai kesepakatan yang baik, kami memerlukan waktu hingga 9 Juli.”

Pasar kembali mewaspadai tarif, setelah ancaman Trump tersebut. "Penangguhan tarif yang kita nikmati hanyalah sementara. Kita kemungkinan akan menghadapi periode yang lebih bergolak ke depan, karena penangguhan 90 hari tarif timbal balik yang lebih tinggi akan segera berakhir." catat analis Commerzbank, Michael Pfister.

Trump juga memperingatkan Apple bahwa produk iPhone yang tidak diproduksi di AS akan dikenai tarif impor sebesar 25%, dan ancaman itu diperluas ke semua produsen ponsel, termasuk Samsung.

"Harga saham perusahaan yang mendapat tekanan dari AS kemungkinan akan melemah dalam jangka panjang ... Ini bukan sentimen positif bagi Dolar AS, terutama mengingat kekhawatiran seputar obligasi pemerintah AS karena meningkatnya utang pemerintah." catat analis Commerzbank.

Di sisi lain, RUU “One, Big, Beautiful” yang diusulkan Trump turut memberikan dampak negatif atas posisi fiskal AS," lapor Analis Valas OCBC. Saat ini, pasar tengah menunggu hasil keputusan Senat setelah lolos di DPR minggu lalu.

Tensi Rusia-Ukraina Semakin Panas

Penguatan Rupiah bisa terganggu akibat ketegangan antara Rusia dan Ukraina semakin bergolak. Pada hari Senin di platform X, Presiden Ukraina, Volodymyr Zelenskiy menyebutkan bahwa Rusia telah meluncurkan sejumlah besar pesawat tanpa awak dan sembilan rudal ke seluruh wilayah Ukraina. Pihak Rusia menyebutkan bahwa itu adalah serangan balasan pada Ukraina karena menargetkan infrastruktur sipil minggu lalu. Trump menyebut "Dia (Putin) benar-benar GILA!" pada postingannya di TruthSocial, dan melanjutkan dengan mengatakan "Ini adalah Perang Zelenskyy, Putin, dan Biden, bukan "Trump," saya hanya membantu memadamkan api besar dan buruk, yang telah dimulai melalui Ketidakmampuan dan Kebencian yang Besar."

Data AS Pekan Ini akan Menjadi Kompas Pergerakan USD/IDR

Di pekan ini, data Keyakinan Konsumen AS, yang mengukur sentimen di antara konsumen di Amerika Serikat, akan menyedot perhatian para investor. Data ini akan dirilis pada hari Selasa.

Di hari Rabu, Risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (Federal Open Market Committee/FOMC) bulan Mei, dan pernyataan dari beberapa anggota The Fed tak akan luput dari perhatian. Yohay Elam, Analis Senior FXStreet, berpendapat bahwa, meski ada kesepakatan AS-Tiongkok untuk menurunkan tarif, sebagian besar impor Tiongkok masih dikenai pajak 30%, yang berpotensi memicu inflasi. "Saya mengharapkan nada hawkish karena risalah rapat FOMC biasanya lebih agresif dibanding pernyataan resmi The Fed," catat Yohay dalam artikel terbarunya.

Pasar juga akan mencermati pembacaan kedua untuk Produk Domestik Bruto (PDB) AS kuartal pertama akan dirilis pada hari Kamis. Data Belanja Konsumsi Pribadi (Personal Consumption Expenditure/PCE) untuk bulan April dan Indeks Sentimen Konsumen dari Michigan untuk bulan Mei akan dirilis pada hari Jumat.


EUR/GBP bergerak datar di Bawah 0,8400 Menjelang Rilis Keyakinan Konsumen Zona Euro

Pasangan mata uang EUR/GBP tetap stabil di dekat 0,8390 selama awal sesi Eropa pada hari Selasa. Para pedagang akan mengambil lebih banyak isyarat dari Keyakinan Konsumen di Zona Euro. Perhatian akan beralih ke data Penjualan Ritel Jerman, yang akan dirilis pada hari Jumat.
了解更多 Previous

ADRO Melonjak Lebih dari 5% ke 2.250 Jelang RUPS Pekan Depan

ADRO diperdagangkan di 2.220 naik 6,22% pada saat berita ini ditulis. Saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. dibuka dengan gap atas di 2.130 dan melesat ke tertinggi hari 2.250 dalam satu jam pertama perdagangan untuk kemudian memangkas kenaikan tersebut menuju akhir sesi pertama.
了解更多 Next